Konperensi Matematika Nasional yang diadakan satu kali dalam dua tahun merupakan ajang pertemuan matematikawan untuk saling bertukar informasi dan pikiran atas kegiatan matematika para peserta dan membahas permasalahan yang dihadapi yang berkaitan dengan matematika. Konperensi yang ke-10 ini diadakan oleh Jurusan Matematika ITB dibuka oleh Dirjen DIKTI dan diikuti sekitar 300 orang peserta dari dalam dan luar negeri yang akan membahas tidak kurang dari 80 makalah matematika pada bidang-bidang: analisis, aljabar, kombinatorik, probabilistik dan matematika terapan serta 15 makalah pendidikan matematika dalam sidang paralel. Selain itu untuk setiap bidang ada enam makalah utama yang dibawakan oleh hampir semua pakar dari luar negeri pada sidang pleno.
Makalah utama pada bidang pendidikan matematika, 'RME around the world', dibawakan oleh Prof. Dr. Jan de Lange, direktur Freudenthal Institute - suatu institut atau lembaga penelitian dan pengembangan pendidikan matematika di University of Ultrecth, tempat RME dilahirkan dan dikembangkan selama hampir tiga dekade sebelum diekspor ke banyak negara di dunia. Pengalaman beliau sebagai salah seorang pakar RME yang terkenal dalam membantu proses reformasi pendidikan matematika di berbagai negara di Eropah , USA, Afrika Selatan dan Panama ‘diceritakannya’ di depan semua peserta konferensi pada sidang pleno hari pertama.
Setelah itu tiga makalah RME lainnya masing-masing menekankan pada: (1) Proses perkembangan dan pensosialisasian RME di Sekolah Dasar sampai ke perguruan tinggi di negeri Belanda oleh Dr. Boudewin, seorang pakar pendidikan Belanda; (2) Pengadaptasian RME di Indonesia oleh Dr. Dick Slettenhaar, seorang pakar pendidikan matematika di Belanda yang pernah melakukan observasi di beberapa sekolah di Indonesia dan (3) Penggunaan teknologi Web dalam mengenalkan RME terhadap mahasiswa calon guru di Indonesia (lihat homepage tentang realistik matematika Indonesia di www.dikti.org pada halaman Perguruan Tingi di Indonesia) oleh Zulkardi, seorang mahasiswa S3 dari Indonesia pada bidang pendidikan matematika di University of Twente, Belanda.
Menurut Prof. Robert K Sembiring, mantan ketua himpunan matematikawan Indonesia dan ketua Tim Basic Science LPTK, para pembicara RME tersebut diundang untuk meyakinkan para peserta konperensi khususnya para pengambil keputusan yang berasal dari jajaran Depdiknas bahwa RME adalah suatu solusi dalam mereformasi pendidikan matematika di Indonesia. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa sekarang sedang dijajaki suatu proyek kerja sama
Masalah dalam Pendidikan Matematika di Indonesia
Banyaknya masalah dalam dalam pendidikan matematika di
Tetapi, di atas semua itu memang pendekatan pengajaran matematika di Indonesia masih menggunakan pendekatan traditional atau mekanistik yang menekankan proses 'drill and practice', prosedural serta menggunakan rumus dan algoritma sehingga siswa dilatih mengerjakan soal seperti mekanik atau mesin. Konsekwensinya bila mereka diberikan soal yang beda dengan soal latihan mereka akan membuat kesalahan atau 'error' kayak komputer. Mereka tidak terbiasa memecahkan masalah yang banyak di sekeliling mereka.
RME suatu inovasi dalam pendidikan matematika di Indonesia
Di lain pihak banyak negara maju telah menggunakan pendekatan baru yaitu pendekatan realistik (RME). RME banyak ditentukan oleh pandangan Freudenthal tentang matematika. Dua pandangan penting beliau adalah ‘mathematics must be connected to reality and mathematics as human activity ’. Pertama, matematika harus dekat terhadap siswa dan harus relevan dengan situasi kehidupan sehari-hari. Kedua, ia menekankan bahwa matematika sebagai aktivitas manusia, sehingga siswa harus di beri kesempatan untuk belajar melakukan aktivitas semua topik dalam matematika.
RME adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang 'real' bagi siswa, menekankan ketrampilan 'proses of doing mathematics', berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri ('student inventing' sebagai kebalikan dari 'teacher telling') dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Pada pendekatan ini peran guru tak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau evaluator sementara siswa berfikir, mengkomunikasikan 'reasoningnya', melatih nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat orang lain.
Treffers mengklasifikasikan pendidikan matematika berdasarkan horizontal dan vertikal mathematization (matematisasi) ke dalam empat type:
(1) mechanistic, atau ‘pendekatan traditional’, yang didasarkan pada ‘drill-practice’ dan pola atau pattern, yang menganggap orang seperti komputer atau suatu mesin (mekanik). Pada pendekatan, baik horizontal dan vertikal mathematization tidak digunakan.
(2) empiristic, dunia adalah realitas, dimana siswa dihadapkan dengan situasi dimana mereka harus menggunakan aktivitas horizontal mathematization. Treffer (1991) mengatakan bahwa pendekatan ini secara umum jarang digunakan dalam pendidikan matematika.
(3) structuralist, atau ‘Matematika modern’, didasarkan pada teori himpunan dan game yang bisa dikategorikan ke horizontal mathematization tetapi di tetapkan dari dunia yang dibuat secara ‘ad hoc’, yang tidak ada kesamaan dengan dunia siswa.
(4) realistic, yaitu pendekatan yang menggunakan suatu situasi dunia nyata atau suatu konteks sebagai titik tolak dalam belajar matematika. Pada tahap ini siswa melakukan aktivitas horizontal mathematization. Maksudnya siswa mengorganisasikan masalah dan mencoba mengidentfikasi aspek matematika yang ada pada masalah tersebut. Kemudian, dengan menggunakan vertical mathematization siswa tiba pada tahap pembentukan konsep.
Secara umum, teori RME terdiri dari
Sebagai ilustrasi berikut ini contoh soal menggunakan kelima karakteristik RME untuk mengajarkan konsep pembagian di Sekolah Dasar pada usia 8 atau 9 tahun. Guru mengenalkan masalah yang konteksnya real yaitu: Rapat Orang tua/ Wali Murid.
Malam ini akan ada 81 orang tua / wali murid akan datang ke sekolah. Ênam orang akan didudukkan pada satu meja. Berapa meja yang dibutuhkan?
Guru menggambarkan petunjuk berupa sketsa meja sebagai model pada papan tulis:
Siswa lain, Ilma, memulai dengan cara yang sama, tetapi setelah menggambar dua sketsa meja, ia mengubah ke sketsa yang lebih representatif: segi empat dengan angka 6. Setelah menggambar dua meja dia sadar bahwa
Jika kita lihat ketiga macam solusi (dan tentunya banyak solusi lain) kita catat adanya suatu perbedaan level 'real' matematika pada soal 'real-world' ini. Banyak guru akan mendebat bahwa jawaban pertama tidak ada matematikanya sama sekali. Tetapi visualisasi dan skematisasi (contoh informal matematika) adalah alat yang sangat penting dan berguna dalam matematisasi. Solusi ketiga, terkaitnya antara konsep perkalian dengan konsep baru yaitu pembagian, membuat matematika lebih jelas dan bisa dikategorikan kepada formal matematika.
Penutup
Telah di uraikan bahwa RME merupakan suatu teori atau pendekatan baru dalam dunia pendidikan matematika yang mulai di sosialisasikan di
· penyusunan serangkaian materi pengajaran yang memenuhi tiga karakteristik RME yang pertama;
· penggunaan metode mengajar secara interaktif (karakteristik ke-empat); dan
· penekanan pada formative evaluasi untuk memungkinkan siswa berkontribusi dalam bentuk ‘free production’ (karakteristik kelima).